MartapuraKlik – Kasus dugaan korupsi dana hibah, yang tertuang dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Banjar, akhirnya sudah masuk ke tahap akhir.
Setelah satu tahun proses penyelidikan dan penyidikan mencapai P21 (diserahkan ke Kejaksaan Negeri Martapura), Rabu (20/7/2022) siang.
Kapolres Banjar AKBP Doni Hadi Santoso, melalui Kasat Reskrim Polres Banjar Iptu Fransiskus Manaan mengungkapkan, dari keterangan perempuan berinisial SP (pelaku), pihaknya telah melakukan penyitaan sejumlah berkas dan aset, dengan kisaran 400 juta lebih.
“Aset berserta berkas-berkas yang kita sita ini, untuk pengembalian uang negara dan akan diserahkan ke Kejaksaan,” bebernya.
Pelaku SP pun, lanjut Iptu Fransiskus Manaan, sudah mengakui kesalahannya. Hal tersebut juga dibuktikan dengan rekening koran milik SP.
Tak hanya itu saja, Kasat Reskrim Polres Banjar mengatakan, pelaku juga terjerat pinjaman online.
“Jadi dari rekening koran SP, kami temukan ada beberapa transfer terkait pinjaman tersebut,” katanya.
Pihak kepolisian menyebutkan, akibat tindak pelaku tersebut kerugian negara mencapai Rp.1,4 miliar.
“Jadi angka Rp.1,4 miliar ini berdasarkan dari pengecekan pihak ahli,” sebutnya, kepada MartapuraKlik.
Saat ditemui awak media di depan Kantor Satreskrim Polres Banjar, Pelaku SP tak banyak berkomentar sembari memasuki mobil yang dikawal oleh pihak kepolisian.
SP mengatakan, siap menjalani hukumam akibat perbuatannya sendiri.
“Mohon doanya semoga saya sukses,” ujarnya dengan singkat, saat mau diantar ke Kejaksaan.
Selain itu, kuasa hukum SP, M. Noor menyampaikan jika kliennya sulit untuk tidak terbukti bersalah setelah melalui pemeriksaan dari Kepolisian.
“Uang itu (dari kas Bawaslu) sudah keluar, dan dia tidak bisa membuktikan uang itu untuk apa,” jelasnya.
Berkaitan dengan upaya untuk meringankan, pihaknya belum bisa memastikan, dan akan menunggu persidangan terlebih dahulu.
Untuk diketahui, dari perbuatannya, SP akan dijerat dengan persangkaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang tindak pidana dengan ancaman maksimal 4 tahun. (ari)